Monday, December 7, 2009

Bappenas

I'm coming your way..........

I LOVE YOU

Tuesday, December 1, 2009

Adikku Homy

Adikku terkecil namanya Agung umur 11 tahun, tapi dia kupanggil Homy sejak umur 7 tahun gara-gara sendal merk HomyPed miliknya. Waktu itu dia lihat sandal HomyPed yang dipakai sepupuku seumuran dia juga, trus sejak itu dia pengin banget sendal itu, model itu, dan warna itu (pokoknya kayak anak kecil banget deh!). dan setelah dia dapet itu sendal, bahkan ke sekolah pun merajuk pakai itu (waktu itu cuma disambut TATAPAN ibuku yang juga seorang guru sambil terpaku di depan pintu :p). dia batal pakai sendal itu ke sekolah.

Anyway, lepas dari kenyataan bahwa adikku adalah anak bungsu yang punya potensi lebih besar untuk manja, Homy adalah anak yang cerdas. Dia termasuk anak yang memiliki visi yang jelas untuk anak semumuran dia (halah bahasaku). Sejak umur 5 tahun, dia senang terhadap pengetahuan tentang science dan (entah kenapa) tertarik pada dinosaurus. Dia tahu segala nama dinosaurus, dimana mereka ditemukan, apa makanannya, siapa musuh masing2 dinosaurus itu, bahkan sampai semua film tentang dinosaurus.

Suatu malam, jam 1 pagi saat aku sedang nonton film di ruang tengah di samping kamarnya, dia tiba-tiba menangis. kufikir dia cuma lagi mimpi, jadi aku ketuk2 aja pintu kamarnya yg ternyata dikunci. aku minta dia buat bangun (biar ga kebawa mimpi nangis). ternyata dia bilang kalau dia ga bisa tidur dari tadi, trus nangis deh (haha dasar anak bungsu!). trus dia membukakan pintu, dan aku masuk. aku tanya apa dia mau kubacain cerita, biasanya itu senjata kl dia ga bisa tidur. dan dia mau.

Awalnya, aku cerita tentang ikan-laron-semut. Ceitanya tentang seekor semut yang nggak mau jadi semut karena dia harus bekerja sepanjang hari, trus dia berkelana dan ketemu ikan yang gak pernah kerja dan cuma berenang2 aja sepanjang hari. si semut pengin jadi ikan. Belakangan, semut baru tau kalau ikan itu cuma bisa di dalam kolam aja, jadinya bikin bosan. trus semut ketemu laron dan rasanya senang jadi laron karena terbang bebas tak terbatas dan nggak kerja. semut pengin jadi laron. belakangan, semut baru tahu kalau laron itu cuma hidup semalam. akhirnya semut pulang dan tetap senang menjadi semut walaupun dia harus bekerja sepanjang waktu.

(cerita itu baru kubuat malem itu dengan terinspirasi dari lagunya Fatih, liriknya lihat di sini). dengan sedikit puas karena bisa ngarang cerita dadakan, aku bertanya ke Homy :
"Tuh Hom..kamu harus bersyukur walaupun jadi apapun..menurutmu pelajaran apa yang didapat dari cerita itu?",
dan sambil matanya tetep merem dia bilang : "Aku mau jadi semut Raja aja, bukan semut pekerja. jadi tetep nggak kerja..haha"

(ahh.... emang semut ada ya semut raja-rajaan segala?!)

Oke, akhirnya aku bebesar hati untuk menawari dia cerita yang lain karena dia belum ngantuk juga. dan entah kenapa waktu itu aku memilih topik GLOBAL WARMING, yang aku nggak pernah habis sesal kenapa milih itu. pertama karena bikin dia tambah gak ngantuk, kedua karena aku kalah dan salah telak lagi. haha.

Jadi waktu itu aku cerita kalau dunia ini sekarang sedang mengalami global warming karena efek rumah kaca (dia tertarik banget minta aku njelasin efek rumah kaca panjang lebar). trus aku bilang kalau akibat Global Warming itu, gletser di kutub akan mencair (dan dia langsung memotong kalau pencairan gletser itu membuat permukaan laut naik dan bisa menegggelamkan pulau). dan selanjutnya aku bilang kalau efek lainnya adalah suhu bumi makin meningkat. dan aku bilang :
"Nih Hom..makanya sekarang Jogja itu panas banget kalau siang hari,jauh lebih panas dari sebelum2nya.."
dan dia hanya njawab:
"Mbak..tapi tuh Jogja sekarang panas karena matahari berada tepat di atas pulau jawa selama bulan Oktober-Desember.."

*Aaargghh..mendadak aku menyesal udah mengetuk pintu dan menawarinya untuk membacakan cerita sebelum tidur*

Hehe, but you're always be my boy, my smart boy Homy! :D

Gara-Gara Pohon Laki-Laki


Terlepas dari dah lama banget aku nggak nge-blog, Jogja sekarang setiap hari hujan (ga nyambung kan? :p). Biasanya, pagi hari sangat cerah, siangnya puncak panas, sorenya mendung dan malamnya hujan. kadang-kadang sore juga udah langsung dibarengi hujan sampai malam.

Aku baru sadar ada sedikit "pola hujan" itu akhir-akhir ini, ketika seorang teman yang mengalami empat musim bertanya: memang kamu nggak bosan ya tinggal di tempat yang cuma punya dua musim sepanjang tahun? Haha, ya secara belum pernah ngalamin empat musim, waktu itu aku cuma jawab : wah nanti coba saya rasakan selama setahun itu, bosan apa enggak. Nah, ternyata sekarang aku punya jawabannya, ternyata walaupun cuma dua musim, tapi dalam sehari tetap ga monoton (misal 6 bulan panas, 6 bulan hujan).

Di samping itu, ada pola yang lain juga.

Aku ingat 3 bulanan yang lalu,saat puncaknya musim kemarau, adalah musim kelengkeng. karena sedang musim, kelengkeng yang sebelumnya dijual 20ribu sampai 30ribu per kilo, waktu itu bisa sampai harga 10ribu, bahkan 9 ribu dan kalau kita sok akrab dengan penjualnya, bisa dapat 20ribu untuk tiga kilo! (haha jadi sekilonya berapa ya itu? pusing :D)

saat musim kemarau hampir habis, dan musim kelengkeng belum berhenti benar , sudah disusul lagi dengan musim jambu biji merah. temenku bilang itu jambu lokal, cuma ada di Indonesia (atau setidaknya asia tenggara kali ya). soalnya dia bilang, jambu biji di luar negeri itu warnanya putih. (haha..tadinya kupikir jambu biji merah itu karena udah matang, jadi kalau belum matang warnanya putih... :P)

Saat musim kelengkeng dan jambu biji berakhir,dan musim hujan mulai menunjukkan tanda-tanda kedatangannya, sepanjang jalan (godean) sudah dipenuhi dengan penjual mangga dadakan. woaow!! hargany pun nggak tanggung-tanggung, pas musim begini, bisa sampai 2500 per kilo! dan itu tetap manis. satu kilo bisa dapat 3, bahkan 4-5 untuk mangga manalagi (yang kecil2 itu lo). dan cara memilihnya pun gampang, tinggal cari mangga yang agak kekuningan di pangkal mangga, dan berbau harum (jadi diendusin pake hidung gtu deh). Bagusnya lagi, mangga itu punya serat yang paling tinggi diantara kawan2 buahnya yg lain, bahkan lebih tinggi dari jeruk (walaupun aku ga yakin juga jeruk dan mangga itu berkawan, hehe).

Nah, sekarang saat musim hujan sudah rutin berkunjung, mangga mulai berhenti berbuah. dan bisa menebak kan buah apa yang akan muncul sebentar lagi?

Pastinya adalah rambutan!!!

aku ingat betul tahun lalu di musim yang sama, rambutan bisa seharga 1000 per kilo!

Tak terasa...dua puluh tahun aku tinggal di tanah ini (well, ya 22 tahun deh), baru sekarang aku menyadari betapa uniknya negeri ini, musim ini, dan buah-buah ini.....

Ps:
  1. Foto di atas adalah adikku yang sedang menyiram pohon jambu dan rambutan, setiap pagi dan sore di musim kemarau.
  2. posting ini sekaligus untuk mengenang "in memoriam of" pohon durian, nangka, dan mangga ku di depan rumah, yang tiga tahun lalu ditebang karena tidak berbuah dan dinyatakan sebagai pohon laki-laki. walaupun kalian telah tiada dan keberadaan kalian sekarang sudah digantikan oleh pohon rambutan, jambu, pepaya, dan pisang yang selalu berbuah setiap musimnya (oh bahkan, pepaya dan pisang berbuah sepanjang tahun). Namun demikian, jasa-jasa almarhum pohon laki-laki durian, nangka,dan mangga telah membuatku selalu menyadari betapa berharganya tanah yang kupijak ini.

*hiks..kok jadi sedih gini ya..*

Tuesday, October 27, 2009

Kenalilah Piringmu Saat Makan Bersama


Kemarin aku ada syukuran makan2 bersama beberapa dosen dan teman kuliah.
Kebetulan waktu itu banyak makanan yang kami pesan sehingga MASING-MASING di depan kami ada piring utama, garpu sendok pribadi, gelas minum, dessert, mangkuk sup, sendok sup, panci sup (lengkap dengan api parafinnya yang kami coba matikan saat sup udah habis tapi ga pernah berhasil karena gak tau caranya), dan tentu saja ada berpiring-piring alat hidang tempat lauk lengkap dengan garpu dan sendok hidangnya--nah bingung kan banyak banget.. (apa aku nyeritainnya aja ya yg mbingungin, hehe).

Nah waktu itu aku makan hidangan pertama dengan mangkuk sup kecilku.menu (pertama) yang kumakan adalah soto ayam karena berada tepat di depanku. Selesai memakan, teman2 yang lain sudah pada bersama2 mulai makan hidangan utama, termasuk dosenku yang duduk di kursi di sebelahku. Karena kufikir aku males ikut2an rame2 ambil makan, jadi aku ambil makanan pembuka lagi karena tentu saja sudah tidak banyak dilirik orang: sup buntut.

dan tepat selesai aku menuangkan sup buntut ke dalam mangkuk sup kecil yang (kufikir) milikku, pak dosenku berkata:
"Mangkuk sup saya di mana ya?"
dan saat itu dengan tiba-tiba kulihat mangkuk sup kosong sisa soto persis di samping piring makanku--dan mendadak aku yakin itu mangkuk sup ku yang sebenarnya.
dan dengan (berlagak)tenang kukatakan pada beliau:
"ini Pak, mangkuk sup bapak, memang saya ambilkan sup buntut lagi....."

bapak itu tertawa mengerti. dan dengan diiringi orang-orang di sebelah kami yang ternyata ikut cengar- cengir, aku mengambil soto dengan mangkuk sup ku yang sebenarnya.

untunglah waktu itu celetukan yang kudengar adalah "wah pinter tenan nge-les nya.."
(padahal dalam hati aku tak berhenti-hentinya bergumam "berani-beraninya.....")

ps: foto di atas adalah foto makan2ku yang lain, pas kejadian ini malah gak sempat ambil fotonya (ya iyalah!)

Thursday, October 22, 2009

Salam dari Metrojaya!

Mungkin aku akan menceritakan beberapa hal yang terjadi akhir-akhir ini dalam poin-poin saja.


I. Perencana VS Jalani Aja


Akhir-akhir ini aku banyak bertemu dan lumayan bercakap dengan beberapa orang baru yang senasib untuk menjemput masa depan (haha, ya, baca: melamar pekerjaan). dari situ, setidaknya aku akan menggolongkan ada dua golongan pencari kerja : 1. tipe orang perencana, 2. tipe orang jalani aja. waktu itu aku sedang mengikuti seleksi di sebuah Tempat-Dimana-Orang2-Bertanya-Apakah-Aku-Yakin-Akan-Berkarir-Di-Sana, singkatnya sebut saja nama tempat itu TDOBAAYABDS (kok dilafalkan kayak tobyat yo? hehe). dan inilah pertanyaan standarnya: "yakin win?" , dan kujawab dengan lebih standar : "ya kan masih apply, coba-coba aja..". Orang yang sudah mengenalku pasti akan langsung tahu kalau itu bukan jawaban yang sebenarnya. Aku harus mengakui bahwa diriku adalah tipe perencana. Lamaa sekali bagiku untuk berkontemplasi menjawab pertanyaan-pertanyaan “yakin win?”itu. dan justru pada tes wawancara, dan pertanyaan itu muncul dari pewawancara, inilah jawabanku…jawaban yang sebelumnya tak kunjung kutemukan:

“Insya Allah, karena saya ingin mengabdikan diri secara maksimal melalui bidang yang saya senangi dan pelajari”. Dan aku masih percaya dengan keyakinanku bahwa bekerja, berkarir, adalah sebuah pengabdian dan aktualisasi diri. Aku harus mengatakan bahwa : it has nothing to do with money. Aku hanya ingin berkarya dan mengabdi. Dan pada akhirnya, bekerja karena pengabdian akan mendapatkan bayaran yang lebih kekal, bagi orang-orang yang percaya.


II. Pelajaran penting: 4 x 33 = 132, bukan 120


Waktu itu aku sedang berdiskusi dengan orang berwibawa dan dia sedang menilai pula kewibawaanu (yaelah). Diskusi kami:

Orang yang berwibawa: “Kamu tau kah jumlah anggota DPD?”

Aku: “kurang yakin pastinya…tapi tiap provinsi itu ngirim 4 dan ada 33 provinsi..”

(aku mengakhiri jawabanku kyk gitu karena kufikir ya semua orang pasti udah tau lah hasil perkaliannya, dan tak kusangka orang tsb kembali bertanya..)

Orang yang berwibawa: “jadi jumlahnya berapa?”

Aku: (ya gampanglah batinku…) “ya sekitar 120an Pak”—jawabku sekenanya,dg nada2 anak social yang tidak telaten berhitung (well, dasar akunya aja ding).

Orang yang berwibawa: “hmm…jadi…4 dikali 33 itu sama dengan 132 ya….” (dengan senyum penuh kemenangan).


Dan aku hanya bisa berkata sangat manis dalam hati : yaa…maksudku juga begitu—walaupun sebenarnya masih heran juga karena menganggap kalau 120 dan 132 itu GAK BEDA JAUH!


III. Menyesal


Aku baru aja bikin kesalahan besar. Aku membatalkan janji dengan orang yang meyakini aku akan memenuhi janji itu. Sebenarnya janji itu batal karena ada kecelakaan yang tak terduga, tapi tetep aja, aku yang berkontribusi utama atas batalnya janji itu. Dan dia tidak marah. Dia tidak menyalahkan aku. Rasanya aku sekejap pengin hadir di hadapannya, supaya dia melihat wajahku yang menyesal telah mengacaukan semuanya. Dulu dia pernah bertanya padaku mengapa aku mempercayainya, dan aku tidak mau menjawab waktu itu. Sekarang, aku harus menjawab bahwa, salah satunya adalah, karena “dia menawarkan kedamaian yang selalu kurindukan”.




salam hangat dari metrojaya,

-wien-


ps: aku baru tahu kalau metrojaya itu kepanjangan dari Metropolitan Jakarta Raya..^^

Monday, October 12, 2009

Meyakini Jalan Kehidupan


Beberapa hari terakhir ini, aku berulangkali diberitahu adanya kecurangan di beberapa tempat yang tidak kuduga sehingga merugikan pihak-pihak yang tidak diajak berbuat curang.

Awalnya aku menganggap bahwa kecurangan tidaklah mungkin terjadi di tempat-tempat seperti itu. Toh teman-teman yang memberi tahuku itu juga tidak melihat dengan mata kepala sendiri, dan tidak mengalaminya sendiri. Mereka hanya : "katanya...", "biasanya...", "ya jelas lah gak perlu bukti lagi...". Tapi hati nuraniku berkata, aku harus jadi orang yang akademik, yang menentukan iya atau tidak karena bukti yang nyata (kata dosenku, bukan hanya asumsi, tp lengkap ditulis footnote nya, hehe).

Jadi, singkat cerita, aku tidak percaya semua itu di atas. Aku hanya mau meyakini bahwa setiap manusia pada dasarnya akan menjalani kehidupan berdasarkan apa yang dikatakan hati nurani. Dan pada akhirnya, kejujuran lah yang mampu memberi ketenangan yang kekal.

Haha, aku terlalu idealis ya?
Maafkan aku.

Tapi aku yakin, aku nggak sendirian. Aku percaya masih banyak orang di negeri ini yang memiliki harapan akan kejujuran sebagai dasar dalam segala kehidupan.

Dan aku akan bersama-sama mereka. Yang percaya bahwa episentrum kehidupan adalah konsistensi. Yakni, mereka yang secara konsisten meyakini bahwa kehidupan adalah pengabdian yang terus menerus. Oleh karenanya, kita harus memberikan yang terbaik, tanpa noda kecurangan sedikit pun. Ingatkah kau akan pepatah bahwa siapa yang menanam, dia akan mengetam?

Friday, October 2, 2009

Senja Utama

Malam itu, aku pulang ke Jogja dengan kereta Senja Utama dari Jakarta. Ketika tiba di Stasiun Senen, seorang temanku langsung bilang :"Bandingkan dengan keadaan di Stasiun Gambir, beda kan...?". Lepas dari perbedaan fisik seperti kebersihan dan keteraturan, hal pertama yang langsung kurasakan adalah tingginya tekanan hidup yang dialami orang-orang di sana.

Well, apa yang kemudian terjadi emang merefleksikan pikiranku. Beberapa meter dari situ, kami melihat seorang bapak, mungkin sekitar 35 tahunan, ia membuang berlembar2 uang seratus ribu dan lima puluh ribu ke arah badan seorang perempuan yang menggendong anak kecil. mungkin istrinya. entah apa yang mereka teriak-teriakkan. tetapi orang-orang di sekitar situ hanya melirik, tanpa ada yang mendekat dan melerai (termasuk aku). ho ya, what do I expect?! ada orang datang dan "ngaruhke" apa yang terjadi? (emang Lu pikir ini Godean!)

Di dalam kereta, aku memang sudah berniat untuk TIDUR! selain karena kurang tidur beberapa hari sebelumnya, juga karena sudah ada janji jam 7 pagi di Jogja.

Meski begitu, tidurku "terganggu" banyak hal,yang mungkin sebenarnya juga "mengganggu" banyak orang di kereta senja itu. Malam itu, aku malu pada peminta-minta dan pedagang kaki lima di sepanjang malam di kereta senja itu.

Awalnya kupikir, aku akan sangat terganggu dengan kehadiran mereka. Hingga berlagak seperti anak manja, aku berkali-kali menolak naik kereta senja karena takut. Tapi ketika pertama kali naik, aku SANGAT SALUT dengan kegigihan mereka menawarkan barang dagangannya, meladeni orang yang menawar barang dengan tetap lembut dan tidak ada nada emosi, serta kesungguhan hatinya mencari rejeki hingga larut sekali. di setiap stasiun yang kereta senja berhenti, pasti ada pedagang yang masuk, jam berapapun itu, dari jam 9 malem, 11, bahkan jam 1 dan jam 3 malem! dan kau tahu? mereka menjajakan dengan nada yang sama, tetap keras, tetap semangat, dan sungguh seolah memperlakukan bahwa kami--para penumpang kereta yang sering ngumpat2 mereka---adalah raja.....

Aku tak mau mengatakan bahwa mereka hanya bekerja untuk uang dan karena tuntutan ekonomi. motivasi itu pasti sangat picik dan terlalu kurang untuk menghadapi kerasnya berjuang mencari rejeki di kereta senja.

aku melihat bahwa ada semangat lain dalam mereka bekerja. awalanya aku mengira orang-orang seperti itu hanyalah orang yang pasrah, yang "yah mau gimana lagi", dan orang-orang yang tidak punya pilihan. tetapi semakin sering aku mengamati mereka, aku belajar banyak bahwa mungkin orang-orang seperti itu yang dinamakan "narimo ing pandum", yang menganggap pekerjaannya adalah ibadah, yang bersyukur atas kehidupan yang dimilikinya.

Mereka selalu senang melayani kami, senang ketika kami melirik ke arah dagangannya, dan langsung tersenyum ramah bahkan ketika kita baru menanyakan "apa itu?".

Setiba di Stastiun Tugu, aku dijemput ayah yang ternyata sudah menunggu satu jam. di jalan pulang kami berpapasan dengan tetangga kami yang bekerja sebagai polisi. Padahal waktu itu baru pukul 6 pagi. Ayahku kemudian bercerita kalau tetanggaku itu, sebagai polisi, sangat rajin dan disiplin. Kalau dia dapat jadwal jam 7 pagi, dia pasti sudah sampai kantor setengah jam sebelum jam7, walaupun katanya dia bisa saja datang jam 7 dari rumah dan tiba telat-telat sedikti. "Kenapa?" tanyaku. dan ayahku menajwab, "ya katanya itu bagian dari dia mensyukuri pekerjaannya".


ah aku malu seberapa kesyukuran yang sudah kulakukan dengan hidupku, dengan pekerjaanku.

Kereta senja, semoga keteduhan dan kelapangan jiwa selalu memberi cahaya bagi orang-orang yang berjuang di dalamnya.

Thursday, September 24, 2009

Obral sms minta maaf

Ketika lebaran kemarin, sms memohon maaf seperti diobral saja ya. saat itu, rasanya bisa mudah sekali untuk meminta maaf dan melupakan kesalahan orang lain.

semudah itu kah?
tunggu dulu.

hari pertama lebaran, aku mendapati bahwa salah seorang yang kukenal memutuskan untuk tidak mengunjungi satu rumah tertentu karena permusuhan sejak beberapa tahun lalu.

hari kedua lebaran, ada cerita tentang orang yang membalas sms mohon maaf yang hanya dikhususkan untuk dia, dengan satu kata : "Amin". mungkin dia hanya bisa berdoa semoga Tuhan yang memaafkan, sementara dia sendiri mungkin belum bisa memaafkan.

benar kata iklan djarum untuk idul fitri (yang tentang istri Pak Pos minta maaf) :
"Mari bersihkan sisa-sisa penyakit hati..."

rasanya memang lebih mudah ya untuk minta maaf dengan orang yang jelas tidak punya salah di masa lalu.

ah, andai saja sms mohon maaf itu benar2 diobral untuk orang2 yang memang perlu kita mintai maaf. jgn sampai terbawa kata Dao Ming Tse di Meteor Garden (ya ampun jadul banget :p) : kalau minta maaf berguna, buat apa ada polisi.

di hari ketiga lebaran, akhirnya aku menerima sms dari orang yang seharusnya aku meminta maaf lebih dulu, hanya saja tak berani kulakukan sejak lama. rasanya lega sekali saat itu.

Ah ya, ternyata minta maaf masih berguna ding.

Selamat Idul Fitri 1430 H :)

Thursday, September 10, 2009

Rame-Rame Nikah di 09/09/09

Oh ya..apa kabar kemarin tanggal 9, bulan 9, tahun 09? Aku baru sadar kalau kemarin tanggal yang spesial karena baru saja membaca artikel Kompas hari ini dengan judul di atas. Yah, maklumlah, buatku setiap hari itu spesial (haha basi, Win! :p)

Terlepas dari orang-orang yang banyak menikah, kemarin kulewati hariku dengan banyak hal rutin. Datang, duduk, cek email, menyelesaikan ini itu dan ketika agak siang banyak orang yang berdatangan untuk mencoba-coba menjemput impian. Ho ya, bukan aku sebenarnya yang dicari orang-orang itu. Tapi seorang bernama Ibu D, yang mengurus segala beasiswa ke luar negeri bagi mahasiswa S1-S3. Hanya saja, mejaku berada persis sebelum Ibu D, sehingga praktis orang-orang akan "menyapa" ku dengan "Maaf Mbak, saya mau tanya tentang beasiswa..." (Haha, mungkin lucu kali ya kl namaku beneran jadi "Miss Maaf Mbak, Saya Mau Tanya Tentang Beasiswa" :p).

Minggu ini, ada bukaan beasiswa ke Amerika Serikat dan ke Jepang (info klik di: sini). Frekuensi mahasiswa yg datang sedang banyak-banyaknya sekarang. Senang rasanya melihat wajah-wajah segar itu, terasa beda ketika kita melihat wajah seseorang yang punya harapan. Wajah yang bersinar karena melihat sesuatu yang baik sedang menunggunya. Uniknya, orang-orang itu pasti juga setengah nggak yakin apakah bisa lolos seleksi beasiswanya. tapi hanya karena punya harapan di masa depan, mereka sudah bisa mendatangkan semangat dan kekuatan untuk bolak-balik naik turun tangga melengkapi dokumen ini itu, dan tetap dengan wajah ringan-senang-segar, kalau kata Honda : The Power of Dream.

Senang rasanya berada di tempat yang "jualan" harapan. dan mereka telah mengingatkanku untuk selalu punya harapan,selalu.

(btw, judulnya kok gak nyambung sama isi blog nya sih :p)

Wednesday, September 9, 2009

Cerita tentang Angin dan Pohon yang Tinggi

Tadi malam, salah satu dari orang terdekatku memberitahu bahwa dia baru saja kehilangan tas punggung ketika Sholat Ashar di sebuah masjid di pinggir jalan.

Dengan pelan, lemas, dan muka yang datar (atau dia buat sedatar mungkin), dia cerita kalau di dalam tas punggungnya itu berisi jas, 2 buku perpustakaan kampus, dompet, buku tabungan, handphone, uang 1 juta yg akan dipakai untuk beli handphone baru, dan kameraku yang belum genap berusia setahun (Oh God!).

Dia lantas cepat2 bilang kalau akan mengganti kameraku dan harus segera membeli HP lagi dengan uang tabungan beli laptop yang sudah lebih dari setahun dia kumpulkan. Aku langsung bilang agar kameraku tidak usah diganti, atau setidaknya diganti tahun2 berikutnya saja ketika semuanya sudah membaik. Tapi justru dia pesan padaku untuk tidak memberitahukan pada siapa-siapa, termasuk pada orangtuanya dan orangtuaku. Dia takut orang-orang akan tahu ttg musibah ini kalau lebaran kami tanpa kamera dan HP, walaupun toh sebearnya aku tidak peduli dengan itu.

Setelah itu kami diam. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk menghiburnya. dia tidak menangis, dia tidak marah pada orang yang mengambil dan dia juga tidak menghiba. padahal sebagai orang yang dekat dengannya, aku tahu betul jumlah uang saku dari Ibu tiap bulan dan uang yang ia terima dari mengajar les sambil kuliah. dan aku tahu betul bagaimana dia berusaha menyisihkan semua itu, menahan berbagai pengeluaran, dan mengumpulkannya untuk membeli laptop.

mukanya hanya datar, dia berulangkali mengatakan kalau ini hanya peringatan, bahwa harta hanya titipan dan dia harus tabah, dia harus ikhlas. aku tahu dia sudah banyak mempelajari tentang tawakal, tentang sabar, tentang hakekat ujian.

Ya, dan bahkan dia kehilangan semua itu di saat dia menunaikan tugas yang dia yakini sebagai kekuatan kehidupan.

Aku lantas penasaran bagaimana dia bisa sampai di masjid pinggir jalan itu, yang aku tahu dia belum pernah punya urusan sama sekali di daerah sekitar itu. awalnya aku menduga dia kehabisan waktu shalat sehingga berhenti di masjid pinggir jalan untuk shalat. dia menjelaskan kronologi kejadian saat itu: " aku habis ambil uang karena janjian dengan teman untuk membeli HP. ternyata di tengah jalan, sudah terdengar adzan Ashar. Jadi aku berhenti saja di masjid terdekat. ternyata aku sudah makmum masbuk. karena buru2, aku lupa untuk meletakkan tas di depanku. akhirnya tas kuletakkan di belakangku. Seusai aku salam, masjid jadi gempar. semua orang membantu mencarikan. penduduk setempat menduga yang mengambil adalah orang yang biasa meminta2 di kawasan itu, atau pura2 meminta2. "

Aku malu mendengarnya. berapa kali aku mendengar adzan di musholla sebelahku, tak pernah aku berusaha untuk mengejarnya.

benar kata pepatah semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang meniupnya. namun aku hanya tak menyangka angin itu dapat meniup orang yang aku yakin sudah tidak perlu lagi diuji keteguhannya, orang yang selama ini meyakini bahwa persembahan untuk Tuhan itu tidak pernah sia-sia. angin itu memang telah berhasil mencuri semua yang dia perjuangkan selama ini, tapi ternyata masih belum berhasil mencuri kekuatan janji di dalam hati.

Aku merasakan betapa Tuhan sedang sangat menyayanginya, dia sedang diajarkan sesuatu yang sangat besar. Aku seperti melihat bahwa Tuhan sedang berbicara padanya.

di akhir kekeluanku mendengar ceritanya dan menyelami seberapa dalam keyakinanku sendiri, aku hanya bisa berkata padanya : "kamu sedang bertransaksi dengan Tuhan......"

Monday, September 7, 2009

Pagi Itu Mengajariku Sesuatu


Perlu waktu dua bulan bagiku untuk menyadari bahwa ada orang yang sama yang membersihkan lantai koridor di tempat aku beraktivitas sehari-hari.

Pagi itu aku datang terlambat jam 9.30 saat hari sudah mulai panas. Tak ada hal lain yang kufikirkan kecuali cara tercepat samapai di mejaku , sambil mengingat keras berharap tidak ada janjian yang kulewatkan sebelum aku tiba pagi ini. Mungkin kalau ada yang melihat wajahku saat itu, pasti akan terlihat 5 tahun lebih tua dari umurku yang 17 tahun, haha :p .

Anyway, sampai juga lah aku di lantai dua. mejaku hanya 10 detik dari tempatku berdiri saat itu. dan kulihatlah seorang Bapak yang kurus, mungkin 55 Tahun , yang tiba-tiba menghentikan aktivitasnya, menepi di pinggir koridor sambil menarik ember di sampingnya, dan memberiku jalan untuk lewat. Bapak itu seolah membaca wajahku dengan : "Oi..siapapun di depanku, aku lagi buru2, jangan diganggu..!". Dan dengan senyum lebar, sangat lebar, Bapak itu menganggukkan kepalanya sambil memegang alat pel rapat2 ke bajunya yang memakai baju dan celana seragam biru, bertuliskan "Petugas Kebersihan".

Aku lupa saat itu sempat berhenti atau tidak, tapi sebelum berlalu, aku sempat tersenyum sekilas. Sedetik kemudian, aku sudah masuk ruangan yang dingin.

Pagi itu aku menyadari ada yang salah dengan diriku.

Kadang rasanya aku menyalahkan tugas, rutinitas dan berurusan dengan orang-orang yang tidak bersahabat telah membuatku kehilangan percakapan kecil dalam diriku. bahkan hingga membuatku tersenyum hanya untuk membalas senyuman orang. aku malu melihat sikap Bapak tadi yang terasa sekali tidak meminta balasan. ah, sudah lama sekali aku belajar tentang ketulusan, ternyata pagi ini aku diingatkan lagi bahwa aku masih jauh dari nilai A. saat itu aku berjanji akan memulai percakapan kecil lagi dg diri ini, dengan sesuatu yg di dalam sini, dengan jiwa dan hati.

Siang hari menjelang Ashar, aku hendak pergi ke kamar kecil yang berada di luar ruangan kami. artinya, aku harus keluar melewati koridor lagi. saat itu aku melihat bapak itu (God! Bapaknya bekerja dua kali sehari ya di koridor ini??--kenapa aku baru sadar sekarang). Maka, kusempatkanlah berhenti dan menyapa.

Dengan keseharianku menggunakan bahasa jawa halus di rumah, aku sukses mengawali pembicaraan saat itu. Pernah nggak, kita lagi bicara sama orang, dan kita bisa merasakan bahwa lawan bicara kita senang bicara dengan kita... itulah yang kurasakan saat itu.

Si Bapak ternyata sudah bertahun-tahun menekuni pekerjaannya sekarang, namun baru beberapa bulan bekerja di koridor itu. Dua kali sehari beliau membersihkan seluruh koridor lantai 2. Aku sempat keceplosan bertanya dengan bahasa Indonesia, yang dijawabnya dengan gugup. percakapan kembali lancar ketika aku teringat untuk bicara jawa lagi. Beliau kemudian menceritakan tentang obat2 pel yang dia guanakn untuk lantai koridor ini. Wajahnya terlihat ringan. seolah dari cara bicara dan wajahnya terbaca: "pekerjaanku ini sangat menyenangkan, hidupku sangat ringan dan menenangkan..."


Ketika kuceritakan pada Ibu, Ibu menanggapi dengan hal lain yang tidak kufikirkan sebelumnya:
"Orang seperti itulah Wien yang seharusnya diberi. Orang yang kekurangan, tapi terus bekerja. Dia selalu mencukupkan dirinya, tidak merasa kekurangan dan tidak meminta."

Saat melihat matahari pagi dalam perjalananku hari berikutnya, aku menyadari betapa maha kasihnya Tuhan dalam hidupku, aku nya saja yang nggak pandai bersyukur.

ps: Judul ini pernah digunakan untuk posting di blog yang lain. Bahkan setelah dua tahun lebih, aku masih saja teringat judul ini. Well, keterbatasan ide saja ding :p
 
Copyright 2010 Wien Wien Solution. Powered by Blogger
Blogger Templates created by DeluxeTemplates.net
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase