Friday, October 2, 2009

Senja Utama

Malam itu, aku pulang ke Jogja dengan kereta Senja Utama dari Jakarta. Ketika tiba di Stasiun Senen, seorang temanku langsung bilang :"Bandingkan dengan keadaan di Stasiun Gambir, beda kan...?". Lepas dari perbedaan fisik seperti kebersihan dan keteraturan, hal pertama yang langsung kurasakan adalah tingginya tekanan hidup yang dialami orang-orang di sana.

Well, apa yang kemudian terjadi emang merefleksikan pikiranku. Beberapa meter dari situ, kami melihat seorang bapak, mungkin sekitar 35 tahunan, ia membuang berlembar2 uang seratus ribu dan lima puluh ribu ke arah badan seorang perempuan yang menggendong anak kecil. mungkin istrinya. entah apa yang mereka teriak-teriakkan. tetapi orang-orang di sekitar situ hanya melirik, tanpa ada yang mendekat dan melerai (termasuk aku). ho ya, what do I expect?! ada orang datang dan "ngaruhke" apa yang terjadi? (emang Lu pikir ini Godean!)

Di dalam kereta, aku memang sudah berniat untuk TIDUR! selain karena kurang tidur beberapa hari sebelumnya, juga karena sudah ada janji jam 7 pagi di Jogja.

Meski begitu, tidurku "terganggu" banyak hal,yang mungkin sebenarnya juga "mengganggu" banyak orang di kereta senja itu. Malam itu, aku malu pada peminta-minta dan pedagang kaki lima di sepanjang malam di kereta senja itu.

Awalnya kupikir, aku akan sangat terganggu dengan kehadiran mereka. Hingga berlagak seperti anak manja, aku berkali-kali menolak naik kereta senja karena takut. Tapi ketika pertama kali naik, aku SANGAT SALUT dengan kegigihan mereka menawarkan barang dagangannya, meladeni orang yang menawar barang dengan tetap lembut dan tidak ada nada emosi, serta kesungguhan hatinya mencari rejeki hingga larut sekali. di setiap stasiun yang kereta senja berhenti, pasti ada pedagang yang masuk, jam berapapun itu, dari jam 9 malem, 11, bahkan jam 1 dan jam 3 malem! dan kau tahu? mereka menjajakan dengan nada yang sama, tetap keras, tetap semangat, dan sungguh seolah memperlakukan bahwa kami--para penumpang kereta yang sering ngumpat2 mereka---adalah raja.....

Aku tak mau mengatakan bahwa mereka hanya bekerja untuk uang dan karena tuntutan ekonomi. motivasi itu pasti sangat picik dan terlalu kurang untuk menghadapi kerasnya berjuang mencari rejeki di kereta senja.

aku melihat bahwa ada semangat lain dalam mereka bekerja. awalanya aku mengira orang-orang seperti itu hanyalah orang yang pasrah, yang "yah mau gimana lagi", dan orang-orang yang tidak punya pilihan. tetapi semakin sering aku mengamati mereka, aku belajar banyak bahwa mungkin orang-orang seperti itu yang dinamakan "narimo ing pandum", yang menganggap pekerjaannya adalah ibadah, yang bersyukur atas kehidupan yang dimilikinya.

Mereka selalu senang melayani kami, senang ketika kami melirik ke arah dagangannya, dan langsung tersenyum ramah bahkan ketika kita baru menanyakan "apa itu?".

Setiba di Stastiun Tugu, aku dijemput ayah yang ternyata sudah menunggu satu jam. di jalan pulang kami berpapasan dengan tetangga kami yang bekerja sebagai polisi. Padahal waktu itu baru pukul 6 pagi. Ayahku kemudian bercerita kalau tetanggaku itu, sebagai polisi, sangat rajin dan disiplin. Kalau dia dapat jadwal jam 7 pagi, dia pasti sudah sampai kantor setengah jam sebelum jam7, walaupun katanya dia bisa saja datang jam 7 dari rumah dan tiba telat-telat sedikti. "Kenapa?" tanyaku. dan ayahku menajwab, "ya katanya itu bagian dari dia mensyukuri pekerjaannya".


ah aku malu seberapa kesyukuran yang sudah kulakukan dengan hidupku, dengan pekerjaanku.

Kereta senja, semoga keteduhan dan kelapangan jiwa selalu memberi cahaya bagi orang-orang yang berjuang di dalamnya.

6 comments:

Wiwito said...

Baru-baru ini dikasih tahu kalau "ISLAM" mengandung arti berserah diri. Untuk logika individualisme ini sangat bertentangan, tapi dalam praktiknya konon mengandung arti yang sangat membuat legaaa.HARAPAN!
Akan ada setitik bahagia dalam kondisi apapun juga...

Wiwien said...

wit..yang ngasitau artinya Islam berserah diri itu aku deh kayaknya....:D

Anonymous said...

serasa melihat realitas Indonesia di atas Fajar/Senja Utama YK...apalagi pas melintas di petak antara stasiun Pasar Senen (PSE) sampai Jatinegara (JNG)..melihat orang2 yang bertahan hidup seadanya di pinggiran rel ibu kota.

kapan-kapan numpak Progo yuk..

Wiwien said...

iya, semalem lumayan udah jadi mbeli jajanan di kereta--termasuk buku teka teki silang seharga 2ribu, demi nglarisi yg jualan...:D

Progo ya? emmm...

Anonymous said...

indonesia itu luas teman. dari sabang sampai merauke. knp smw mencari rejeki d jakarta.jgn bilang kalo jakarta itu keras sama kita, tapi salah kita sendiri datang ke jakarta hanya modal niat dan doa. jakarta itu ibu kota negara kita, kesan pertama yg akan dilihat oleh orang LN tentang negara kita. Jgn datang ke jakarta jika sodara2 belum bisa menjadi cerminan seperti apa bangsa indonesia itu...
:)

Wiwien said...

iya..setuju..bahkan ada tuh spanduk terpasang di Statsiun Senen tulisannya kurang lebh begini: "Tinggal di Jakarta memerlukan keterampilan dan pendidikan, lebih baik tinggal di rumah sendiri dan mengembangkan daerah".
mungkin pada blm baca ya,,,:)

Post a Comment

 
Copyright 2010 Wien Wien Solution. Powered by Blogger
Blogger Templates created by DeluxeTemplates.net
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase