Tuesday, January 24, 2012

Melahirkan di mana ya?

Salah satu tujuan pulang kampung kemarin adalah survei rumah sakit untuk melahirkan di jogja. Ada dua tempat yang kami kunjungi: Happyland dan Sakina Idaman. Kami melihat2 kamar dan list perkiraan harga, Tapi belum sempat konsultasi dengan dokter karena dokter yang kami incar tidak praktek hari sabtu n minggu.

Hal itu membuat kami berfikir apa melahirkan di jakarta aja ya,,di YPK menteng tempat aku biasa konsultasi selama ini,rumah sakitnya OKE dan dokternya juga udah cocok..belum lg kl mempertimbangkan bgmn pulang kampung ketika sudah hamil besar dan siap melahirkan nantinya...

Tapiiii, di Jakarta 'cuma' ada suami yang bisa menemani, kalau di jogja, bapak ibu dan adik kakaknya bapak ibu bisa nemenin semua.

Apakah any memiliki idea alias ANY IDEA? *iya jayus

Thursday, January 12, 2012

Pengalaman Pertama

Pertama Kali Naik Kereta
Umur 16 tahun! Berhubung semua keluargaku asli jogja, dan 90 persennya tinggal di jogja, aku nyaris nggak punya alasan untuk bepergian jauh naik kereta untuk mudik atau mengunjungi saudara seperti halnya teman-teman lainnya. Alhasil, aku baru pertama kali naik kereta ketika SMA ku mengadakan Penelitian lapangan ke Pantai Pangandaran dengan menyewa 4 (atau 5?) gerbong kereta api kelas ekonomi karena peserta penelitian adalah semua siswa se-angkatan SMA. First impression was very -very good karena keretanya full kami sewa, jadi bersiiiiih banget, sangat rapi, dan WC layak. Juga, karena bisa menghabiskan berjam-jam di kereta menikmati indahnya gita cinta dari masa SMA *gaya

Pertama Kali ke Kolam Renang
Karena masa kecilku kuhabiskan di kampung halaman di tengah pedesaan yang permai nan hijau (*ya gak cuma masa kecil sih di sana haha), maka kolam renang merupakan salah satu yang tergolong elit bagiku. Pertama kali ke kolam renang adalah semasa TK bersama ibuku, ketika TK ku mengadakan piknik ke Kyiai Langgeng, Jawa Tengah bersama seluruh teman2 TK dan para ibunya. Aku inget waktu itu saking girangnya melihat kolam renang yang besar dan biruuuu kayak di tivi2..aku langsung berlari menuju kolam renang itu. Dan ternyataaa...ketika mendekati kolam renang itu, kakiku tiba-tiba sudah masuk ke dalam kolam yang dangkal, kira2 semata kakiku, dan dengan sukses nya membuat sepatuku basah kecelup! Hahaha aku nggak ngelihat kalau di kolam dangkal itu ada airnya karena saking jernihnya...! Hahaha,keren kan, super ndeso pokoknya! Tapi untuk urusan berenang, aku jago banget sejak kecil karena ada sendang mata air yang super jernih di kampungku. Bahkan pertama kali aku tau ada orang nggak bisa berenang (kelas 6 SD), aku nggak percaya karena aku fikir berenang itu alamiah, seperti layaknya orang berjalan, asal punya kaki, dia pasti bisa jalan! :))

Pertama kali naik pesawat
Nah, sama kayak kasus naik kereta, aku baru pertama kali naik pesawat di usia 16 tahun. Waktu itu, aku ikut lomba di Jakarta mewakili SMA ku sekitar tahun 2003. Sekitar 2 atau 3 hari aku di jakarta, dan acara sudah selesai keesokan harinya. Lalu kami (aku bersama salah seorang wakil dari SMA 6, namanya Yoga Mario--yg belakangan aku tau dia adalah pacar temanku pas kuliah), sampai di stasiun Gambir untuk mencari tiket pulang ke Jogja. Tetapi ternyata hanya ada tiket untuk malam hari jam 7an. Temanku si Yoga itu menyarankan untuk mendingan naik pesawat saja, beli tiket langsung di Bandara Soekarno Hatta, dan aku mengiyakan saja karena tidak tahu juga bagaimana baiknya. Akhirnya kami ke Bandara, dan dapat tiket pesawat Adam Air (sekarang udah ga ada ya?), dengan harga 350 ribu. Wah sebenarnya waktu itu aku sangat sayang banget karena harganya mahal,tiket kereta eksekutif saja masih sekitar 130 ribu. Tapi karena gak ada pilihan lain, aku beli juga tiket itu, dengan uang dari uang saku 600 ribu dari pihak penyelenggara lomba (Kemendiknas). Padahal tadinya 600 ribu itu seperti uang terbanyak yang pernah aku terima lo (Uang saku dari ortu sekitar 100 ribu per bulan)!

Pertama kali menang lomba
Waktu itu aku SD kelas 2, dan aku menang juara I lomba baca puisi tingkat kampung dalam rangka 17an Kemerdekaan RI yang ke 50! Woow, aku harus mengakui rasanya luaaaaar biasa banget pas menang itu (sumpah, walaupun cuma tingkat kampung) karena aku bisa mengalahkan teman2ku yang udah kelas 6 SD dan bahkan SMP, hahaha. Dan waktu itu juara 1 mendapatkan hadiah spesial berupa ukiran kayu patung kuda (hadiah lain cuma "standar" buku tulis dibungkus kertas kayu coklat), dan ibuku juga tak kalah senangnya dengan membelikanku sepasang baju baru dan jepit rambut yang matching dengan baju itu (biasanya beli baju baru cuma pas lebaran aja). Lalu, aku diminta tampil ke panggung membacakan puisi yang kulombakan, waktu itu judulnya "Diponegoro" karya Chairil Anwar. Saking membekasnya memori itu, aku masih mengingat lirik puisi Chairil Anwar itu sampai sekarang! :)) Belakangan aku menyadari bahwa kejuaraan pertama ini menjadi titik yang menyadarkanku bahwa baca puisi merupakan bakatku (di waktu kecil!!), karena setelah itu aku menjadi juara baca puisi tingkat kabupaten dan juara geguritan (puisi jawa) tingkat provinsi, di masa-masa SD dan SMP.

Pertama Kali ke Luar Negeri
Waktu itu tahun 2007 dan ke Singapura, dimana menurutku ke luar negeri (walaupun cuma Singapura/Malaysia) merupakan barang yang mewah bgt karena saking mahalnya (tiket pesawat yang masih mahal plus biaya pajak fiskal 1 juta). Maka ketika dapat beasiswa exchange satu semester di NUS, aku nggak berhenti panas dingin tiap kali berkorespondensi dengan orang NUS untuk mempersiapkan keberangkatan. Aku inget banget kubaca berulang-ulang email yang akan kukirim, takut salah, apalagi bahasa inggrisnya haha. Aku bertanya sebanyak-banyaknya pada alumni programku yang udah pulang ke UGM, dari pertanyaan kuliahnya susah apa enggak sampai di sana bisa makan nasi apa enggak, hahaha ndeso kuadrat pokoknya *sampe sekarang masih ndeso juga sih :)). Belakangan aku menjadi jatuh cinta dengan universitas NUS ini dan menjadikan Singapura sebagai topik utama tugas akhir kuliahku.

Pertama kali pakai jilbab
Maksudnya di sini adalah pakai jilbab yang permanen, bukan buka tutup. Aku pakai jilbab sejak kelas satu SMA, dan semuanya berawal dari ketidaksengajaan. Waktu itu hari pengumuman siapa saja yang diterima di SMA 1, aku dan ibuku melakukan daftar ulang. Di sana, kami ditawari untuk memilih dua macam kain seragam untukku: kain seragam dengan ukuran yang lebih besar untuk yang pakai jilbab dan kain dengan ukuran lebih kecil untuk yang enggak pakai jilbab, keduanya dipathok harga yang sama. Nah, dengan entengnya aku bilang aku pilih kain yang lebih besar (supaya lebih untung), karena toh harganya sama haha. Alhasil aku jahitin lah itu kain menjadi seragam oanjang, dan dimulai lah hari2 ku sebagai gadis manis berjilbab necis. Daaaan...dari mentoring agama di kelas satu, aku baru tahu kalau pakai jilbab itu wajib bagi muslim perempuan. Haha begitulah kewajiban itu akhirnya kujalankan dengan ketidaksengajaan :))

PS: lanjut lagi ntar kalau nemu ide pengalaman pertama yang lain2

Tuesday, January 10, 2012

Pesan dari Jalan


Beberapa bulan terakhir ini, aku ke kantor dengan jalan kaki dari kosan. Bukan karena ingin terlihat keren seolah berbudaya jalan kaki seperti bule *ya kali*, tapi as simple as karena ga ada kendaraan buat ngantor haha. Sejak awal kerja di sebuah kantor di bilangan Menteng, aku sangat memimpikan bisa tinggal di -kosan- di kawasan Menteng yang menurutku the best living environment in Jakarta. Namun sayang karena keterbatasan biaya untuk tinggal di Menteng sebelum nikah, maka terpilihlah kawasan elit lain di Jakarta sebagai tempat tinggalku: Salemba, yang berjarak sekitar 4-5 kilo dari kantor. Nah singkat cerita, sekarang, sejak menikah, aku tinggal di dekat kantor bersama suamiku, tinggal di sebuah rumah besar dan luas, setinggi dua lantai, milik......ibu kosku (biar sombong asal bukan rumah sendiri *sounds wrong*).

Menempuh perjalanan tiap pagi sepanjang 1,1 kilometer, cukup membuat ku sangat bersyukur karena berat badanku turun #eh karena setiap hari rasanya Tuhan tak berhenti memberikan kuliah-kuliah kehidupannya padaku.

Biasanya aku baru keluar dari kosan sekitar pukul setengah 8an, setelah membeli sayur di tukang sayur yang lewat, tapi lebih sering aku membeli sayur dalam jumlah banyak, jadi paling beli di tukang sayur tiap 3 hari sekali supaya lebih efektif *padahal malas*. Sepanjang jalan, aku akan bertemu tukang sayur lain yang juga sesekali aku beli kalau tukang sayur langganan belum lewat. Ketika berpapasan,biasanya dia akan menyapa "mbak e..", seperti sudah tau kalau aku udah beli dari tukang sayur yang lain, dan begitu saja..dia ikhlas membiarkanku berlalu tanpa membeli (*lha emang suruh gimana?).

Suatu pagi, aku menjumpai seorang bapak yang tiba2 mangkal di pinggir jalan depan masjid dengan dua pikulan keranjang berisi rambutan. kenapa aku bilang tiba2? karena biasanya tidak ada yang berjualan di situ. Melihat si bapak yang sudah sangat tua (usia 70 tahunan), karena salut atas kemauannya untuk masih mau bekerja, aku memutuskan membeli seikat rambutan seharga 6 ribu. Tadinya kubayar 10 ribu supaya si bapak bisa ambil kembaliannya, tapi akhirnya bapaknya malah meminta supaya ambil saja dua ikat rambutan dengan uang 10 ribu itu, buat pelaris karena rupanya aku pembeli pertama pagi itu. Dari percakapan singkat, ternyata dia datang dari pondok gede, didrop naik mobil di tempat yang berbeda2 bersama teman-teman pedagang rambutan yang lain.

Dengan dua ikat besar rambutan (plus daun-daunnya), aku mulai kebingungan akan kuapakan rambutan itu. Tidak mungkin kubawa pulang sepulang dari kantor karena seharian itu aku akan tugas ke Bogor sampai esok harinya. Ditaruh kantor pun terlalu banyak karena sebagian orang juga akan ikut ke Bogor. Di tengah kebingungan itu, aku melihat sekeluarga terdiri dari bapak, ibu, dan 4-5 anaknya dengan usia beragam, yang paling kecil sekitar 8 tahun, yang paling besar laki-laki mungkin 17an tahun. Mereka semua berjalan kaki, si bapak rupanya pencari barang bekas karena saat itu dia membawa karung sangat besar dan sesekali berhenti memungut bekas gelas aqua dan yang lainnya. Sementara anak-anaknya berjalan di depannya, diikuti ibunya. Beberapa anak mereka itu mengenakan kaos lusuh yang kebesaran, yang merupakan kaos-kaos "sponsor" karena semua nya ada tulisan perusahaan tertentu, mulai dari bank M*ndiri, produk cat, dan lainnya. Awalnya aku cukup menyangsikan apa yang dilakukan keluarga itu, kalau dilihat dari muka, muka si bapak dan ibunya cukup keras, dahi slalu berkerut, rambut berantakan, kulit gelap dan terkesan galak. Ketika tengah memperhatikan satu-satu wajah mereka, aku mendapati bahwa salah seorang anak yang paling besar, tidak memiliki kedua tangan. Wajahnya ceria nampak masih anak-anak badannya terlihat sudah dewasa.

Aku ingin memberi sesuatu pada keluarga itu, tapi ternyata uang terakhir yang kupunya adalah uang 10 ribu untuk beli rambutan tadi :)) *emang sengaja gak sedia byk cash di dompet *di atm juga enggak sih haha. Tapi masa pagi2 ngasih rambutan?? kan rambutan bikin perut perih dan penuh gas kalau belum makan... Tapi singkat cerita, aku memutuskan untuk memberikan rambutan karena cuma itu yang kupunya, yang surprisingly diterima dengan muka sumringah dari si ibu dan bapaknya, ternyata kalau tersenyum, aura galak mereka langsung ilang. Lalu kami berpisah, dan sesaat aku menoleh, bapak-ibu dan anak- anak itu berkerumun memakan rambutan tadi di pagi hari!

Aku lalu melanjutkan langkah ke kantor dengan sangat ringan, seolah ada sebongkah kebahagiaan yang baru saja kuterima. Perjalananku juga disambut senyum bapak-bapak penyapu taman yang kulewati. Bapak itu menyapaku sejak melihatku pertama kali jalan kaki beberapa bulan yang lalu, padahal juga nggak kenal :)) Pernah suatu pagi, kuberikan roti tawar yang baru saja kubeli dari tukang roti keliling. Aku inget banget waktu itu pertanyaan dia ketika kuberi roti itu adalah "Buat ibu gimana?". Mungkin dia tahu bahwa aku baru saja membeli roti itu dan mengapa malah kuberikan padanya. Dan sejak itu, bapak itu selalu menyempatkan menyapaku setiap aku melewatinya.

Pernah juga suatu ketika, aku berpapasan dengan bapak-bapak memikul papan-papan kayu sebanyak 8 buah, menjual alas kayu pencuci baju tradisional (tau kan?)...yang menghabiskan waktu 5 menit bagiku untuk mengetahui barang apakah yang sebenarnya ia jual. Kesetiaan si bapak menjual barang "langka" itu seperti menunjukkan keyakinan si bapak itu bahwa Tuhan selalu memberi rejeki dalam setiap usaha kita,seberapapun hasilnya...

Ah, jalanan ini sungguh menyenangkan...Tuhan telah memberikan kasih sayangnya sejak pagi melalui semangat para orang-orang yang banyak menghabiskan harinya di pinggir jalan.

Ps: gambar diambil di sepanjang Sunda Kelapa-Halimun
 
Copyright 2010 Wien Wien Solution. Powered by Blogger
Blogger Templates created by DeluxeTemplates.net
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase