Beberapa bulan terakhir ini, aku ke kantor dengan jalan kaki dari kosan. Bukan karena ingin terlihat keren seolah berbudaya jalan kaki seperti bule *ya kali*, tapi as simple as karena ga ada kendaraan buat ngantor haha. Sejak awal kerja di sebuah kantor di bilangan Menteng, aku sangat memimpikan bisa tinggal di -kosan- di kawasan Menteng yang menurutku
the best living environment in Jakarta. Namun sayang karena keterbatasan biaya untuk tinggal di Menteng sebelum nikah, maka terpilihlah kawasan
elit lain di Jakarta sebagai tempat tinggalku: Salemba, yang berjarak sekitar 4-5 kilo dari kantor. Nah singkat cerita, sekarang, sejak menikah, aku tinggal di dekat kantor bersama suamiku, tinggal di sebuah rumah besar dan luas, setinggi dua lantai, milik......ibu kosku (biar sombong asal bukan rumah sendiri
*sounds wrong*).
Menempuh perjalanan tiap pagi sepanjang 1,1 kilometer, cukup membuat ku sangat bersyukur
karena berat badanku turun #eh karena setiap hari rasanya Tuhan tak berhenti memberikan kuliah-kuliah kehidupannya padaku.
Biasanya aku baru keluar dari kosan sekitar pukul setengah 8an, setelah membeli sayur di tukang sayur yang lewat, tapi lebih sering aku membeli sayur dalam jumlah banyak, jadi paling beli di tukang sayur tiap 3 hari sekali supaya lebih efektif
*padahal malas*. Sepanjang jalan, aku akan bertemu tukang sayur lain yang juga sesekali aku beli kalau tukang sayur langganan belum lewat. Ketika berpapasan,biasanya dia akan menyapa "mbak e..", seperti sudah tau kalau aku udah beli dari tukang sayur yang lain, dan begitu saja..dia ikhlas membiarkanku berlalu tanpa membeli (
*lha emang suruh gimana?).
Suatu pagi, aku menjumpai seorang bapak yang
tiba2 mangkal di pinggir jalan depan masjid dengan dua pikulan keranjang berisi rambutan. kenapa aku bilang tiba2? karena biasanya tidak ada yang berjualan di situ. Melihat si bapak yang sudah sangat tua (usia 70 tahunan), karena salut atas kemauannya untuk masih mau bekerja, aku memutuskan membeli seikat rambutan seharga 6 ribu. Tadinya kubayar 10 ribu supaya si bapak bisa ambil kembaliannya, tapi akhirnya bapaknya malah meminta supaya ambil saja dua ikat rambutan dengan uang 10 ribu itu, buat pelaris karena rupanya aku pembeli pertama pagi itu. Dari percakapan singkat, ternyata dia datang dari pondok gede, didrop naik mobil di tempat yang berbeda2 bersama teman-teman pedagang rambutan yang lain.
Dengan dua ikat besar rambutan (plus daun-daunnya), aku mulai kebingungan akan kuapakan rambutan itu. Tidak mungkin kubawa pulang sepulang dari kantor karena seharian itu aku akan tugas ke Bogor sampai esok harinya. Ditaruh kantor pun terlalu banyak karena sebagian orang juga akan ikut ke Bogor. Di tengah kebingungan itu, aku melihat sekeluarga terdiri dari bapak, ibu, dan 4-5 anaknya dengan usia beragam, yang paling kecil sekitar 8 tahun, yang paling besar laki-laki mungkin 17an tahun. Mereka semua berjalan kaki, si bapak rupanya pencari barang bekas karena saat itu dia membawa karung sangat besar dan sesekali berhenti memungut bekas gelas aqua dan yang lainnya. Sementara anak-anaknya berjalan di depannya, diikuti ibunya. Beberapa anak mereka itu mengenakan kaos lusuh yang kebesaran, yang merupakan kaos-kaos "sponsor" karena semua nya ada tulisan perusahaan tertentu, mulai dari bank M*ndiri, produk cat, dan lainnya. Awalnya aku cukup menyangsikan apa yang dilakukan keluarga itu, kalau dilihat dari muka, muka si bapak dan ibunya cukup keras, dahi slalu berkerut, rambut berantakan, kulit gelap dan terkesan galak. Ketika tengah memperhatikan satu-satu wajah mereka, aku mendapati bahwa salah seorang anak yang paling besar, tidak memiliki kedua tangan. Wajahnya ceria nampak masih anak-anak badannya terlihat sudah dewasa.
Aku ingin memberi sesuatu pada keluarga itu, tapi ternyata uang terakhir yang kupunya adalah uang 10 ribu untuk beli rambutan tadi :))
*emang sengaja gak sedia byk cash di dompet *di atm juga enggak sih haha. Tapi masa pagi2 ngasih rambutan?? kan rambutan bikin perut perih dan penuh gas kalau belum makan... Tapi singkat cerita, aku memutuskan untuk memberikan rambutan karena cuma itu yang kupunya, yang surprisingly diterima dengan muka sumringah dari si ibu dan bapaknya, ternyata kalau tersenyum, aura galak mereka langsung ilang. Lalu kami berpisah, dan sesaat aku menoleh, bapak-ibu dan anak- anak itu berkerumun memakan rambutan tadi di pagi hari!
Aku lalu melanjutkan langkah ke kantor dengan sangat ringan, seolah ada sebongkah kebahagiaan yang baru saja kuterima. Perjalananku juga disambut senyum bapak-bapak penyapu taman yang kulewati. Bapak itu menyapaku sejak melihatku pertama kali jalan kaki beberapa bulan yang lalu, padahal juga nggak kenal :)) Pernah suatu pagi, kuberikan roti tawar yang baru saja kubeli dari tukang roti keliling. Aku inget banget waktu itu pertanyaan dia ketika kuberi roti itu adalah "Buat ibu gimana?". Mungkin dia tahu bahwa aku baru saja membeli roti itu dan mengapa malah kuberikan padanya. Dan sejak itu, bapak itu selalu menyempatkan menyapaku setiap aku melewatinya.
Pernah juga suatu ketika, aku berpapasan dengan bapak-bapak memikul papan-papan kayu sebanyak 8 buah, menjual alas kayu pencuci baju tradisional (tau kan?)...yang menghabiskan waktu 5 menit bagiku untuk mengetahui barang apakah yang sebenarnya ia jual. Kesetiaan si bapak menjual barang "langka" itu seperti menunjukkan keyakinan si bapak itu bahwa Tuhan selalu memberi rejeki dalam setiap usaha kita,seberapapun hasilnya...
Ah, jalanan ini sungguh menyenangkan...Tuhan telah memberikan kasih sayangnya sejak pagi melalui semangat para orang-orang yang banyak menghabiskan harinya di pinggir jalan.
Ps: gambar diambil di sepanjang Sunda Kelapa-Halimun
6 comments:
salam kenal kak..
postingnya bagus, menginspirasi :)
4 jempol untukmu win!!!
btw win, gimana caranya kita ngasih sesuatu ke orang2 yang kayak sekeluarga tadi itu? soalnya takutnya marah gitu dikira pengemis..pernah diceritain soalnya, kalau habis ngasih sendal jepit si bapak tua yang dikasih malah tersinggung gitu..
@AP : thanks, aku balik kunjungin blog mu ya
@dhila: :p
@rindu: tersinggung nya gimana ndu? emang memberi itu yg paling baik ke orang yg terdekat dr kita, jadi kita tau pasti kebutuhan dan apakah dia tersinggung atau tidaknya
Hahaha.. ternyata aku ga sendirian..
Sesuatu yang spontan dilakukan itulah sifat asli orang itu, Top dah! delapan jempol buat kamu Wien *pinjem mas*
uhuy, salam kenal dong buat mas nya yg dipinjemin jempol itu.. :p
Post a Comment