Tadi malam, salah satu dari orang terdekatku memberitahu bahwa dia baru saja kehilangan tas punggung ketika Sholat Ashar di sebuah masjid di pinggir jalan.
Dengan pelan, lemas, dan muka yang datar (atau dia buat sedatar mungkin), dia cerita kalau di dalam tas punggungnya itu berisi jas, 2 buku perpustakaan kampus, dompet, buku tabungan, handphone, uang 1 juta yg akan dipakai untuk beli handphone baru, dan kameraku yang belum genap berusia setahun (Oh God!).
Dia lantas cepat2 bilang kalau akan mengganti kameraku dan harus segera membeli HP lagi dengan uang tabungan beli laptop yang sudah lebih dari setahun dia kumpulkan. Aku langsung bilang agar kameraku tidak usah diganti, atau setidaknya diganti tahun2 berikutnya saja ketika semuanya sudah membaik. Tapi justru dia pesan padaku untuk tidak memberitahukan pada siapa-siapa, termasuk pada orangtuanya dan orangtuaku. Dia takut orang-orang akan tahu ttg musibah ini kalau lebaran kami tanpa kamera dan HP, walaupun toh sebearnya aku tidak peduli dengan itu.
Setelah itu kami diam. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk menghiburnya. dia tidak menangis, dia tidak marah pada orang yang mengambil dan dia juga tidak menghiba. padahal sebagai orang yang dekat dengannya, aku tahu betul jumlah uang saku dari Ibu tiap bulan dan uang yang ia terima dari mengajar les sambil kuliah. dan aku tahu betul bagaimana dia berusaha menyisihkan semua itu, menahan berbagai pengeluaran, dan mengumpulkannya untuk membeli laptop.
mukanya hanya datar, dia berulangkali mengatakan kalau ini hanya peringatan, bahwa harta hanya titipan dan dia harus tabah, dia harus ikhlas. aku tahu dia sudah banyak mempelajari tentang tawakal, tentang sabar, tentang hakekat ujian.
Ya, dan bahkan dia kehilangan semua itu di saat dia menunaikan tugas yang dia yakini sebagai kekuatan kehidupan.
Aku lantas penasaran bagaimana dia bisa sampai di masjid pinggir jalan itu, yang aku tahu dia belum pernah punya urusan sama sekali di daerah sekitar itu. awalnya aku menduga dia kehabisan waktu shalat sehingga berhenti di masjid pinggir jalan untuk shalat. dia menjelaskan kronologi kejadian saat itu: " aku habis ambil uang karena janjian dengan teman untuk membeli HP. ternyata di tengah jalan, sudah terdengar adzan Ashar. Jadi aku berhenti saja di masjid terdekat. ternyata aku sudah makmum masbuk. karena buru2, aku lupa untuk meletakkan tas di depanku. akhirnya tas kuletakkan di belakangku. Seusai aku salam, masjid jadi gempar. semua orang membantu mencarikan. penduduk setempat menduga yang mengambil adalah orang yang biasa meminta2 di kawasan itu, atau pura2 meminta2. "
Aku malu mendengarnya. berapa kali aku mendengar adzan di musholla sebelahku, tak pernah aku berusaha untuk mengejarnya.
benar kata pepatah semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang meniupnya. namun aku hanya tak menyangka angin itu dapat meniup orang yang aku yakin sudah tidak perlu lagi diuji keteguhannya, orang yang selama ini meyakini bahwa persembahan untuk Tuhan itu tidak pernah sia-sia. angin itu memang telah berhasil mencuri semua yang dia perjuangkan selama ini, tapi ternyata masih belum berhasil mencuri kekuatan janji di dalam hati.
Aku merasakan betapa Tuhan sedang sangat menyayanginya, dia sedang diajarkan sesuatu yang sangat besar. Aku seperti melihat bahwa Tuhan sedang berbicara padanya.
di akhir kekeluanku mendengar ceritanya dan menyelami seberapa dalam keyakinanku sendiri, aku hanya bisa berkata padanya : "kamu sedang bertransaksi dengan Tuhan......"
RINTIK HUJAN
4 weeks ago
4 comments:
i liked your last sentence.
great to have orang terdekat yang bisa jadi inspirasi menulis blog.
cheers,
kiki
i just realized that i gave you the previous comment with your account. here is mine. hehe :)
ketahuan minjem komputer ki...:p
thanks ya!
malu aku membacanya
Post a Comment