Hari ini untuk kedua kalinya saya mengajar. Kali ini masih dalam training yang diselenggarakan oleh Lembaga Teknik UI di Kampus Salemba, sama seperti ketika pertama kali saya mengajar. Saya diminta untuk memberikan materi terkait Kriteria Penilaian Proyek, khususnya kalau dalam kapasitas saya adalah yang dibiayai dari pinjaman luar negeri. So far, tema ini yang memang paling saya kuasai dan relevan dengan kapasitas pekerjaan saya di kantor. Sebelumnya, selama satu tahun (periodik, tidak sepanjang tahun), saya mendapat training terkait Project Assesment, yang tentu saja membahas kriteria penilaian proyek yang dimaksud.
OK selanjutnya saya tidak akan membahas detail materi paparan saya, kalau mau membahasnya lebih lanjut, bisa undang saya lagi sebagai pengajar..heheheh *ditimpuk penghapus
Hari ini, selesai mengajar, saya keluar kelas dengan rasa puas dan optimisme luar biasa. Di kelas saya tadi, pesertanya adalah para PNS yang berasal dari Pemda (Bappeda, Dinas PU, Setda Kabupaten, Kanwil Kemenag, Setda Pemkot, bahkan ada pula dosen dari STAIN), dari beberapa daerah di Indonesia. Saya takjub bagaimana mereka dengan SANGAT antusias menerima materi yang saya sampaikan, mereka juga aktif bertanya dan sharing pengalaman terkait materi saya dalam konteks mereka di daerah. Dari pertanyaan dan sharing-sharing mereka, saya merasakan bahwa mereka adalah orang yang idealis, padahal usia mereka sudah tidak muda lagi (ya tapi jangan bayangkan juga orang tua masuk kelas hehe, ya 35-40 tahun lah).
Sebagai contoh, mereka bercerita bahwa suatu ketika ada pihak dari pemerintah pusat datang dan menyampaikan akan membuat sebuah proyek infrastruktur bandara di kabupaten tersebut. Peserta training itu menjelaskan bahwa setelah dia mempelajari kembali dokumen RTRW atau dokumen perencanaan kota lainnya, sebenarnya proyek tersebut tidak ada dalam rencana tata kota mereka. Namun demikian, mereka tetap menyetujui pembangunan tersebut karena proyek tersebut sesuai prioritas nasional. Yang saya salut adalah, upaya dia untuk mempelajari kembali dokumen2 perencanaan kota yang sudah ada, dan dia gunakan untuk "mendebat" usulan proyek dari pemerintah pusat. Hal ini berbeda dengan kasus umum yang terjadi dimana proyek besar adalah sesuatu yang dinanti2 oleh daerah, apalagi jika itu proyeknya pemerintah pusat, artinya daerah tidak perlu menyediakan dana utamanya. Sebelumnya peserta ini menanyakan tentang poin-poin yang saya tulis sebagai syarat pemenuhan kesediaan tanah (saya menulis aapa yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah), namun peserta ini menambahkan perlunya menambah komponen RTRW yang jelas, karena hal itu bisa sangat mengganggu.
Peserta yang lain ada yang menanyakan salah satu contoh proyek yang tergolong berhasil dari Kementerian Pertanian, dalam hal ini adalah proyek FEATI yang dikoordinasikan di direktorat saya . Kebetulan ada salah satu peserta lain ada yang pernah terlibat dalam proyek itu di level daerah, dan memberikan gambaran bagaimana proyek tersebut diterima oleh masyarakat dan pelaksanaan proyeknya benar-benar melibatkan petani di wilayah kabupatennya. Hingga saat ini, proyek yang telah selesai tersebut masih sering dibicarakan oleh masyarakat karena manfaatnya masih dirasakan. Saya terhanyut mendengarkan penjelasan peserta tersebut, di samping sebenarnya saya tidak begitu tahu keberhasilan proyek itu di level gras root penerima manfaatnya. DI level kami di pusat, proyek itu memang sering pula disebut dan diusulkan untuk direplikasikan melalui pendanaan dari dana rupiah.
Di akhir paparan saya, setelah saya menutup sesi saya, saya sempat bertanya darimana mereka mengetahu informasi terkait training ini. Saya bertanya demikian karena kagum atas betapa besarnya cakupan peserta yang ada, bayangkan dari Pemkot Salatiga, Karawang,hingga Lombok Barat, Manado, dan Empat Lawang (ayoo googling dimana kabupaten itu!). Dan jawaban mereka justru lebih membuat saya kagum: "kami cari sendiri bu, dapat dari websitenya Bappenas (Pusbindiklatren). Kalau menunggu dari provinsi atau atasan, ga akan bisa sampai sini...".
(untuk teman2 yang ingin mengikuti beragam training dan diklat yang diselenggarakan Bappenas, bisa klik link ini).
Wow! Saya yang selama ini menginginkan sebuah training di negara yang masuk dalam "Wish List" tertohok juga dan menanyakan pada diri sendiri: "Apa yang sudah saya lakukan untuk mencari dan mengupayakannya sendiri?"
Lalu, sebelum saya akhirnya harus benar-benar pergi, mereka bertanya terkait suka duka saya menjadi Staf JFP (Jabatan Fungsional Perencana). Memang saya akui banyak sekali suka nya, walaupun saya belum pernah merasakan jadi staf non fungsional perencana. Intinya mereka menyampaikan keinginan mereka untuk mengambil jalur funsgional JFP. Saya jelaskan sebatas kemampuan dan pengetahuan saya. Saya sampaikan pula bahwa peserta training ini pada periode sebelumnya, ada satu orang dari Basarnas kalau saya tidak salah ingat, adalah satu-satunya JFP di lembaga tersebut, yang mengupayakan sendiri juga untuk jadi JFP. Alhasil sekarang, beliau banyak ditanyai temen2nya yang ingin jadi JFP juga tapi tidak tau harus bagaimana. Pernyataan saya tersebut ternyata membuat mereka bersemangat dan yakin untuk bisa mengupayakan menjadi JFP.
Ah, saya senang sekali hari ini. Saya seperti melihat sebenarnya ada banyak mutiara-mutiara di pedalaman yang bersinar cerah. Yang setiap harinya menjalankan pemerintahan ini dengan penuh semangat, yang ternyata gak selalu anak muda, yang gak selalu orang yang pandai bahasa inggris seperti mereka di pemerintah pusat, yang sangat semangat dan yang bisa diajak berbagi idealisme menjalankan negara.
Ah saya memang mengajar mereka hari ini, tapi saya yakin, apa yang saya dapatkan sama banyaknya dengan mereka, bahkan lebih!
*dan tak lupa sebelum pulang, pihak panitia memberikan amplop coklat dan tandatangan di atas materai kepada saya. Alhamdulillah :)