Thursday, September 2, 2010

tentang sebuah kegelisahan kecil ini


Sore itu aku pulang kantor tepat beberapa detik menjelang adzan maghrib. Karena saat itu aku sedang nggak puasa, jadi pulang saat jam maghrib adalah pilihan tepat, tentu saja karena jalanan akan sangat sepi. Ada beberapa orang yang lalu lalang di halaman kantor, kebanyakan dari mereka adalah para OB (office boy) yang membawa bungkusan2 plastik dan beberapa minuman pembuka puasa dalam gelas plastik (kolak, bubur biji salak, dll). Pasti mereka sedang dimintai tolong untuk membelikan makanan buka puasa oleh para atasan di kantor yang masih harus lembur.

Tepat saat aku berada di gerbang halaman kantor, adzan maghrib mulai berkumandang. Dari sisi trotoar di luar pagar kantor, kulihat seorang bapak OB, bertubuh kecil dan usia hampir 50an, yang awalnya jalan kaki, dan buru2 berlari cukup kencang ketika mendengar suara adzan pertama kali. Digenggamnya erat kedua bungkusan plastik besar di tangannya sambil terus berlari memasuki gerbang, melewati halaman dan masuk gedung kantorku. Ahh, tanpa dia katakan, aku sangat paham apa yang ada di fikirannya: keinginan yg sangat kuat untuk mengejarkan makanan berbuka bagi siapapun yang saat itu menyuruhnya. Dan mungkin dari sejumlah makanan itu, tidak ada yang dia beli untuk dirinya sendiri, mungkin dia sudah membawanya dari rumah. Dan mungkin juga, siapapun yang menyuruh OB itu, hingga saat ini nggak pernah tau kalau ada yang pernah berlari-lari untuknya, demi dia bisa berbuka tepat waktu.

Betapa sore itu, aku diajarkan kesungguhan dalam menunaikan tugas, menuntaskan pekerjaan, dan tentu saja, pelajaran tentang ketulusan pengabdian.

Dalam perjalanan pulang sore itu, tak henti-hentinya kutanya pada diriku sendiri, sejauh apa kesungguhanku dalam memenuhi tugas dari yang menyuruhku. setulus apa pengabdianku pada yang telah mempercayaiku. Terkadang aku merasa, bahwa negeri yang telah menyuruhku, memberiku tugas, dan mempercayaiku ini, cuma bisa pasrah, tanpa marah, walau mungkin sangat gelisah, melihat orang2 kepercayaannya tidak begitu mencintainya.

Tuhan, lindungi jalanku.

11 comments:

adrianhasdi said...

sematkan semangat di hati.
Lakukan hal kecil untuk negeri.
Demi Indonesia yang lebih mandiri.

:)
refleksi diri yang daleem win :p

Wiwien said...

penuh godaan adrian, justru gak melulu cobaan :p

Momy said...

Cukup menyadarkan Win, mudah2an banyak yang membaca yaa.. ;)

Bagaimanapun negeri ini dicaci.. tak dicinta..
aku bangga dengan merah putih tersemat di dada..

Wiwien said...

Iya mom, semoga niatan ini jadi amal baik yang kekal :)

Momy said...

aku domain sendiri Win, n pake CMS wordpress.. :)
aku link yaa ke blogku. Oh ya, aku ga pake nama asli di Blog,..

Ciao.

Wiwien said...

siip, tempatmu juga udah ku link mom ;)

Sri Sapto Bimo Haryana said...

wah,, wiwin rajin sekali nge blog.. ak aja setaun lalu terakhir nge blog,,

Anonymous said...

Tulisan bagus Win, semoga kita bisa amanah. BTW, aku suka paragraf terakhirnya, seperti puisi...

Anis said...

great post win :)
kemaren seorang teman bercerita nyaris keluar dari kedinasannya karena melihat suasana yang kurang 'bersih', tapi kami lalu sepakat;
paling tidak buktikanlah kalau kita bukan seperti mereka yang kurang cinta itu,
kita mencintai yang kita lakukan..oleh karena itu hati kita akan lebih ringan bersyukur,
begitu?! ;)

Karina said...

inspiratif banget mbak, dan mengharukan. a great lesson yang mengajarkan kita untuk lebih menjunjung tinggi amanah dan menghargai mereka yang sudah bend over backwards demi melaksanakan sebuah amanah. :)

Wiwien said...

@mas bimo: hehe, thanks mas!
@cahyo: mari menuliis :D
@anis n karin: let's inspire :)

Post a Comment

 
Copyright 2010 Wien Wien Solution. Powered by Blogger
Blogger Templates created by DeluxeTemplates.net
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase