Tuesday, October 19, 2010

Oleh Oleh dari Sana Sini

Haloooo...lama sekali saya tidak ngeblog sodara-sodaraa *sambil mbersihin sarang laba-laba*

Ada banyak hal yang terlewati,entah karena kesibukan bekerja *dan bermain*, tapi lebih banyak karena meninggalkan jakarta selama sebulan terakhir ini, dan ini beberapa dari oleh2nya:

1. Palembang
Palembang menjadi kota yang akhirnya menegaskanku bahwa pada dasarnya pusat kota-kota di Indonesia memiliki karakteristik yang hampir sama antara kota yang satu dengan lainnya. Tentu, jika kita melongok ke sedikit saja ke pedalaman Palembang, pasti sudah mulai terlihat perbedaan. Tapi yang kubilang pusat kota di sini adalah rute dari Bandara ke hotel di pusat kota, pusat-pusat pemerintahan, dan pusat perbelanjaan (isi mall-nya: McD, KFC, Matahari, StarBuck, XXI,dkk) semua setipe lah, sama majunya, sama tata kota *semrawut*nya, dan jenis-jenis mobil yang lalu lalang di jalan. Mungkin yang membedakan adalah seberapa luas kemajuan kota tersebut, misalnya kalau di Palembang radius 3 KM dari pusat kota sudah bisa ditemui pedesaan, tetapi di Medan misalnya, perlu radius 5 KM dari pusatnya. Mungkin. Tapi setidaknya hal ini membuatku sedikit lega bahwa setidaknya kemajuan masih dinikmati secara relatif sama, walaupun hanya di kota-kota besarnya saja. tinggal tunggu waktu aja kali ya, sampai kapan kemajuan itu akan menyebar ke wilayah yang lebih luas *entah kapan*

"Benteng Kuto Besak"
Seorang teman mengomentari fotoku dengan "wah sempat ke BKB juga ya?" yang awalnya kufikir, for some*superclever*reasons, BKB kepanjangan dari BangKa Belitung

"Kebanggaan Kota"
Menurutku ada yg harusnya lebih dibanggakan dari Jembatan Ampera, yaitu ruang terbuka di sekitarnya yang biasa digunakan untuk event-event besar,olahraga, atau sekedar jalan-jalan sore menikmati *coklatnya*air sungai musi,hehe. But you've got my point kan?all city need open space for its people!

2. Pontianak

Pontianak menjadi spesial karena menjadi kota pertamaku menginjakkan kaki di pulau Kalimantan, dan sedikit banyak akan menentukan impresi pertamaku terhadap kalimantan *ah tp semoga tidak lah. Hal pertama yang membuatku terkejut adalah, ternyata hampir semua rumah di Pontianak tidak menyentuh tanah! Ajaib! Tanpa bantuan jin atau sim salabim jadi apa prok prok prok *aduh jayus bgt deh aku*. Jadi karena tanah di Pontianak cenderung berawa dan selalu tergenang air sepanjang waktu (banyak atau sedikit), maka mereka membangun rumah dengan model panggung dengan pilar kayu besi (sejenis kayu yg semakin kuat kalau terkena air) dan baru membuat pondasi cor di atas pilar-pilar kayu itu. Hal ini membuatku kaget karena rumah-rumah itu kelihatannya seperti rumah normal dengan pondasi beton tertanam di tanah, tetapi kalau didekati lagi makan akan terlihat bahwa rumah tersebut beberapa centi di atas tanah dan beberapa pilar kayu terlihat di sana. Ahh, harusnya aku ingat pelajaran SD bahwa rumah adat daerah Kalimantan Barat adalah Rumah Panggung (eh iya bukan sih? hahaha).

"Sungai berkelok di tengah kota pertanda bahwa kita berada di Kalimantan" :D


"Ga berasa kan kalau ini di Pontianak? Kan udah kubilang pada dasarnya kota-kota besar di Indonesia relatif sama"
*btw gambar yang ada di samping tulisan itu Tugu Khatulistiwa, just in case ada yg penasaran :p

3. Manado
Hal yang paling menarik dari kota di paling ujung utara pulau Sulawesi ini adalah, tentu saja, BUNAKEN ;-)
Dan yang harus kuakui dengan jujur *dan dg sangat maluuuu* adalah awalanya kufikir Bunaken itu adalah pulau dengan pasir putih yang bersih, ombak kecil yang indah, angin sepoi yang semilir dan memiliki cottage-cottage ramai selayaknya di Bali dan Lombok (Ok, aku blum pernah ke Lombok sih). Tapiiii ternyata....Bunaken (hanyalah) pulau singgah untuk menyewa peralatan snorkling dan diving, tempat beli oleh2 kaos dkk, dan mungkin museum Taman Nasional Bunaken. Ada sih beberapa cottage, satu cottage sangaaattttt mahal dan lainnya cottage yang kurang layak. Ahhhh kecewaaa...
Tapi memang, keindahan taman lautnya membayar semua kekecewaanku...Jadi yang harus dilakukan utk menikmati Bunaken adalah menyewa kapal dari Pelabuhan Manado dan melakukan snorkling dan atau diving di taman lautnya.

Ada yang harus kuceritakan tentang bapak ini.
Namanya Pak Lodeh, dia adalah pengemudi kapal umum yang kami tumpangii, dia rutin mengangkut penduduk (bukan wisatawan ya) ke Pulau Bunaken sehari-harinya. Penumpang membayar 10.000,dan ada kurang lebih 10-15 orang di kapal (tanpa pelampung). Jadi penghasilan dia Rp.300.000 per hari (asumsi sehari satu kali PP dengan penumpang penuh, jarang bisa laku sehari dua kali PP krn pasar dia adalah penduduk setempat), dipotong biaya solar Rp.200.000. Matanya tidak bening,warna yang seharusnya putih menjadi kecoklatan kusam, pendengarannya sangat kurang, kita perlu berteriak supaya dia mendengar (aku pernah hampir tenggelam saat snorkling dan dia mengira aku tertawa, padahal teriak-teriak minta tolong). Sehari bersamanya, akhirnya kami (aku kesana bersama Theresia), menyimpulkan bahwa kemungkinan matanya rusak karena sering terkena air asin (masuk ke laut memasang jangkar kapal dg mata telanjang tiap hari), dan pendengarannya kurang karena sepanjang hidupnya berada di samping mesin kapal yang bersuara amat sangat keras . Semakin aku mengenal dia, semakin aku menyadari betapa banyaknya orang seperti Pak Lodeh ini, dan fikiran yang selalu menggangguku selama sehari menyewa kapalnya adalah tau kah dia bahwa aku seharusnya ikut bertanggung jawab atas kemajuan dia dan wilayahnya?

"Kita difoto dong, biar difoto sama orang jakarta dan kenang-kenangan dibawa ke jakarta"
Kata mereka ketika kami akan berpisah (kurang lebih begitu kata-katanya, tetapi mereka menggunakan campuran aksen Manado). Mereka adalah penumpang kapal umum yang pergi bersama kami, mereka datang ke Bunaken untuk datang di upacara Lebaran Ketupat.

Tak Pernah Protes pada Keadaan
Ini adalah yang sehari-hari dilakukan penduduk setempat ketika menggunakan kapal: saat sudah sampai di tempat tujuan, kapal tidak bisa sampai menyentuh daratan, sehingga mereka harus melinting celana, menenteng sendal, bahkan gendong2an dan membawa baju ganti supaya tidak basah menyeberang pantai ke tempat tujuan. Mereka bukan turis, dan pergi ke Bunaken untuk berbagai keperluan (mengunjungi Saudara dan ikut upacara), dan ini sudah jadi keseharian mereka. Ajaibnya, mereka melakukan ini sambil tertawa-tawa seolah menyenangkan sekali. Ah, aku jadi malu ketika sekali waktu pulang dr kantor kehujanan dengan kaki basah dan sudah merasa menjadi orang paling menderita sedunia.

"Jembatan kayu dari Hotel menuju ke pantai : ide yang cerdas!"

"and finally: snorkling!"
btw itu lagi pose buat foto aja ya, aslinya kalau snorkling badannya tengkurep :p

4. Puncak, Bogor
Pergi ke Puncak dan berjalan di antara perkebunan teh merupakan impianku sejak SMP (ah baru setaun yang lalu sih ya, yeaaahhh :p). Dan ketika hal itu terwujud, ada satu hal yang sangat terasa: tidak ada yang lebih indah dan mendamaikan daripada menikmati keindahan alam, hamparan bukit kecil teh yang hijau, menikmatinya dengan flying fox dari atas, atau menyusuri pematang perkebunan teh dengan menunggang kuda. dan semua itu ada di Tea Walk Gunung Mas, Bogor (biarin lah promosi dikit, emang pantes soalnya!). Dan ketika udara pagi di perkebunan teh itu membuatku menyadari betapa Maha Kasih Sayangnya Tuhan dalam tiap udara segar yang Dia izinkan kita hirup.

"Ach...."

dan lagi-lagi, aku harus "terganggu" dengan penghasilan Bapak Petugas Kuda
Mereka hanya bekerja sabtu dan minggu karena kalau hari kerja nggak ada orang yang berkunjung, dengan sekali sewa kuda 25 ribu, dan dia harus mendampingi kudanya kemanapun si penunggang membawa, sementara dia hanya mendapatkan 30% dari total penghasilan hari itu, sisanya disetorkan ke pemilik kuda. dan ketika ku tanya mengapa bapak itu tidak membeli kuda sendiri, dia menjawab "Mahal kak, harganya 15 juta, dan kalau mau nyicil harus DP 5 juta". Pak, itu masih tak terjangkau ya untuk Bapak yang sudah bekerja 20 tahun di sini?
 
Copyright 2010 Wien Wien Solution. Powered by Blogger
Blogger Templates created by DeluxeTemplates.net
Wordpress by Wpthemescreator
Blogger Showcase